MAU JADI APA? karya Soleh Solihun

soleh solihun adalah seorang stand up comedian yang culu; soleh solihun mengawali kariernya sebagai wartawan majalah hiburan di jakarta; soleh solihun kuliah di fikom unpad;

Judul Buku                : Mau Jadi Apa? - (JACKET COVER FILM)

Penulis                       : Soleh Solihun

Penerbut                    : Penerbit B Firts (PT Bentang Pustaka)

Pertama Terbit          : 2017

Ikhtisar Buku MAU JADI APA? karya Soleh Solihun

“Kak, Kakak tulis surat, ya, buat Ros?” Jeng jeng. Bahkan, saya saja merasa dia tak tahu kalau saya suka Ros, eh tahu-tahu, dia bilang soal surat cinta buat ros. Saya dalam hati, sih, merasa malu bukan main. Tapi, kejadian memalukan ini memberikan informasi yang cukup berharga. Menyakitkan, tapi setidaknya hilang rasa penasaran. “Dia bilang, sudah nganggep soleh kayak kakak sendiri.” Padahal, saya sudah punya dua adik di rumah.

Dari Bab “Cinta Monyet” 

Tapi, kalau ternyata saya jago bicara di depan umum, setelah lulus mau jadi apa? jadi komentator bola? Tak mengerti bola. Jadi ustaz? Ilmu agama saya tak punya. Jadi juru kampanye? Saya tak suka politik. Jadi tukang obat di pinggir jalan? Duitnya sedikit. Jenjang karier pun tak jelas. Jadi pelawak? Ah, saya tak terbayang jadi pelawak dalam grup dan harus bergantian melawak. Lagian, pasti susah sekali ya, melawak.

Dari Bab “1998” 

Setelah mengenal mereka, kami sadar penampilan bukan segalanya. Lagi pula, kalau mau menilai dari penampilan, saya seharusnya dinilai paling berantakan. Rambut gondrong tak terurus, jaket himpunan yang makin lusuh, dan celana yang itu-itu saja. Padahal, seharusnya saya mewakili kampus yang stereotipnya berisi mahasiswa modis. Kalau melihat foto semasa KKN, saya terlihat seperti mamang-mamang memakai jaket himpunan.

Dari Bab “2000”

Sebelum menjadi jurnalis, sebelum menjadi stand up comedian, Soleh adalah seorang Macan Kampus. Julukan itu didapatnya karena terlalu sering aktif di kegiatan kampus. Pagi, siang, malam, selalu beredar dan menghias kehidupan kampus dengan kekonyolannya. Dan, seperti kebanyakan manusia lainnya di dunia ini, Soleh juga pernah ada pada fase bingung MAU JADI APA nanti.

Ulasan Buku MAU JADI APA? karya Soleh Solihun

Siapa yang tidak kebal dengan Soleh Solihun. Stand Up Comedian sekaligus pemain film asal Bandung, yang terkenal dengan banyolannya yang khas. Omongannya santai, spontan, terkadang banyak menyinggung orang, tapi selalu membuat orang terhibur karena kejenakaannya. Banyak pembahasan di podcast yang mengatakan, "Soleh Solihun adalah sebuah fenomena unik dalam dunia stand dup comedy, di saat para komedian lain tampil dengan materi yang terstruktur, premis-set up,-punch line, Soleh tampil dengan gaya bicaranya yang spontan dan tetap mampu membuat orang tertawa."

Saat ini, karena kemampuan jurnalismenya, dan juga gaya obrolannya yang menarik, Soleh banyak di jumpai dalam podcast wawancara soal musik maupun obrolan ringan, baik sebagai host maupun sebagai tamu. Dalam buku ini, yang juga sudah di film-kan dengan judul yang sama, sang komedian menceritakan pengalaman hidupnya, dari sejak kelas SMA, Kuliah Jurnalistik di UNPAD (Universitas Padjajaran) Bandung, menjadi wartawan di beberapa majalah, menjadi stand up comedian, menjadi aktor, sampai dengan dia mendapatkan tawaran untuk menulis buku ini untuk difilmkan, dengan dia sebagai pemeran utama dan salah satu sutradaranya.

Bisa dibilang, buku ini merupakan “otobiografi mini” dari si penulis, yang diceritakan dengan bahasa yang ringan dan kadang mengundang tawa. Banyak hal dalam buku ini sudah diceritakan oleh si penulis lewat podcast, namun ada beberapa hal menarik yang layak untuk ditandai sebagai sebuah masa seseorang untuk bertumbuh.

NB: Akan ada banyak spoiler mengenai isi bukunya, tapi mungkin anda juga akan semakin penasaran untuk membacanya.

Soleh Solihun di Masa SMA

Tentu banyak yang mengakui kalau masa SMA adalah nuansa terindah dalam hidup mereka. Meski begitu, kesan istimewa di masa SMA tidak sama antara satu anak dengan yang lain. Beberapa anak tampil cukup menonjol, sedang yang lain tampak biasa-biasa saja. Dan sayangnya, selalu lebih banyak anak yang tidak tampak menonjol, alias biasa-biasa saja. Hal itu pernah kita alami, begitu juga dengan masa Soleh Solihun pada tahun sembilan puluhan.

Badannya yang tinggi membuatnya masuk dalam kelompok kelas Pasukan Pengibar Bendera (paskibra). Namun wajahnya yang biasa-biasa saja membutanya tidak diidolakan para wanita, sebagaimana anak-anak yang memiliki wajah rupawan, atau cukup menonjol.

Hlm. 2.

Pada masa(SMA) itu pula, banyak remaja mulai mengimajinasikan mimpi dan harapan mereka. Beberapa orang cukup konsisten dengan cita-citanya, dan beberapa yang lain tidak, termasuk juga Soleh Solihun—dan mungkin juga kita?

Dia pernah bermimpi menjadi Da’i, karena terinspirasi dari KH Zainudin MZ, ulama kondang yang ceramahnya cukup bernas dan juga menghibur. Soleh juga pernah bercita-cita menjadi rock star, dengan kata lain menjadi artis yang tampak keren di panggung, dan dikagumi banyak orang. Jika mau mengakui, rasanya banyak sekali anak yang memiliki pemikiran seperti ini masa remajanya. Dari sinilah tampak cara bercerita Soleh Solihun yang jujur dan santai. Walaupun keinginan itu tak digapainya, tapi hal itu diakui sebagai bagian dari kenaifan seorang remaja.

Cinta Monyet

“Di SMA, saya tak punya pacar. Bukan karena saya tak naksir siapa-siapa ketika sekolah. Tapi, ya karena saya pecundang saja, sih. Haha. Saat kelas 1 dan 2, belum ada perempuan yang saya taksir. Entah karena sibuk baris-berbaris sehingga menghabiskan tenaga, entah karena belum ada yang benar-benar menyita perhatian saya. Ketika SMP sebenarnya saya sudah pernah naksir adik kelas, tapi terlalu pengecut untuk melakukan pendekatan. Akhirnya Cuma bisa iri dan dengki melihat orang punya pacar.” Hlm. 26.

Kita mungkin juga pernah mengalami hal seperti ini, setidaknya pernah suka dengan anak paling cantik di kelas. Pada akhirnya, perasaan seperti itu merupakan urusan naluriah belaka.

Biar bagaimanapun, pengalaman cinta monyet di masa sekolah tidak bisa kita kesampingkan. Hal itu adalah tanda bahwa perasaan kita hidup dan mampu untuk mencintai lawan jenis. Beberapa orang mungkin berhasil memendam perasaan sukanya, beberapa yang lain berani mengungkapkan dan ditolak. Sedangkan mereka yang mengungkapkan perasaannya dan diterima bisa jadi anak yang beruntung, tapi mungkin juga tidak.

Bertemu dengan Musisi Idola

Sewaktu kuliah, Soleh Solihun dan teman-temannya membuat sebuah majalah yang diberi nama Karung Goni (Kabar burung, gosip, dan opini). Berani menerbitkan majalah—walau sederhana—dan dibeli orang tentu merupakan kemampuan yang hebat pada waktu itu. Sebab, membuat media di era itu membutuhkan cukup banyak sumber daya, dan orang butuh membayar untuk mendapatkan berita. Tidak seperti hari ini.


Hlm. 167.

Pencapaian tertinggi dalam majalah itu—menurut penulis—adalah ketika Soleh Solihun berhasil mewawancarai Iwan Fals yang merupakan idolanya sedari remaja. Wawancara itu dilakukan pada saat Jambore OI pertama yang dilakukan di pekarangan rumah Iwan Fals. Soleh Solihun yang ikut dalam jambore itu memberanikan diri untuk mewawancarai idolanya. Isi wawancaranya sangat menarik, mungkin karena pada masa itu, kemampuannya sebagai anak jurnalistik sudah cukup matang.

wawancara soleh solihun dengan iwan fals; wawancara iwan fals di jambore OI;
Hlm. 228.

Mengerjakan Skripsi, lulus, dan Ditawari Kerja di Jakarta

Hlm. 280.

Dalam satu angkatan kuliah S1, tidak banyak anak yang memiliki previledge untuk kuliah hingga lebih dari lima tahun, Soleh Solihun adalah salah satunya. Tidak hanya berangkat kuliah dan menyelesaikan studi, tapi juga membangun media yang anti mainstream, magang sebagai wartawan di Jakarta, bekerja paruh waktu atau freelance, Pacaran, dan juga bekerja penuh waktu pada sebuah majalah yang baru dibangun. Hal ini menunjukkan kalau Soleh Solihun memeilih menjadi orang yang aktif berkegiatan guna mencari pengalaman dan membangun hubungan.

Hlm. 296.

Pada akhirnya Soleh Solihun mengupayakan diri mengerjakan skripsi untuk bisa lulus. Dia membuat penelitian yang cukup serius soal majalah musik, dengan mewawancarai beberapa tokoh yang bersangkutan dengan masalah terbut. Tampaknya ini merupakan tugas akhir yang dikerjakan dengan mengedepankan hasrat pribadinya soal dunia hiburan.

Hlm. 301.

Tidak butuh waktu lama setelah mengerjakan skripsi dan lulus, Soleh Solihun langsung ditawari untuk bekerja di Jakarta oleh orang yang dia kenalnya saat magang. Hal ini tampak kelihatan mudah, tapi sebenarnya ini adalah hasil dari keaktifannya selama menjalani kuliah.

Walau pun diceritakan dengan bahasa yang biasa, buku ini sebenarnya memberikan cara pandang baik tentang keaktifan dan juga konsistensi dalam menyenangi dan menjalani sesuatu.

Pelajaran Buku Ini

Ungkapan yang jujur adalah hal yang begitu kuat untuk ditangkap dalam buku ini. Dari kejujuran itu pula kita bisa menilai pribadinya, dan bisa mengambil pelajaran dari sana. Jika direnungkan, buku ini bukan hanya mengenai cerita pribadi, tapi merupakan cerita banyak orang biasa pada tahapan umurnya. Bukan juga cerita orang dengan begitu besar keberuntungan, tapi cerita orang yang mau aktif memilih sesuatu dan konsisten dengan apa yang dia sukai. Beberapa cerita detail tentang keputusan Soleh Solihun—bila Anda membacanya dengan seksama—layak untuk di pelajari dalam buku ini, bukan hanya untuk dinikmati sebagai hiburan.

Posting Komentar untuk "MAU JADI APA? karya Soleh Solihun"