Buku ini berusaha menjelaskan dengan lebih berimbang sudut pandang dari dua belah pihak yang berkonfrontasi. Dari orang-orang pro-kemerdekaan dan juga yang pro-Integrasi Indonesia, sudut pandang pendatang dan juga orang asli Timor Leste. Bahkan juga membawa pendapat praktis dari rakyat yang tidak ikut-ikutan dengan politik.
Penulis : Eufeasia Vieira & Les D. Soeriapoetra
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Kategori : Fiksi Sejarah
Pertama Terbit : 2015
Ikhtisar Buku : VITTORIA; HELENA’S BROWN BOX Oleh Eufeasia Vieira & Les D. Soeriapoetra
Vittoria tak pernah tahu siapa
ibunya. Baru pada ulangtahunnya ke lima belas informasi mengenai sang ibu,
Helena, terkuak setelah Andrea, ayah Vittoria, menyerahkan sebuah kotak cokelat
yang selalu disimpannya rapat-rapat.
“bagiku tak pernah lahir pahlawan
dari perbuatan-perbuatan macam itu kecuali pahlawan sejati: pribadi seperti
bunda yang berjuang demi orang-orang yang dicintai – demi anaknya ini – demi
kebenaran yang dia yakini, dan demi kehidupan yang lebih baik,” Kata Vittoria
setelah membaca dokumen-dokumen dalam kotak cokelat itu dan menempuh perjalanan
mencari sosok ibundanya di Timor Leste.
Ditulis dengan lancar, novel ini
diangkat dari kisah nyata suatu keluarga yang akhirnya terpisah setelah konflik
Indonesia-Timor Leste memuncak pada 1999. Ketegangan dan keharuan mewarnai
halaman-halaman novel ini.
Barangkali ini novel pertama
dengan latar belakang sengketa Indonesia-Timor Lesteyang ditulis dalam bahasa
Indonesia. Kiranya, bagi Eufrasia Vieira dan Les D, Soeriapoetra, kurun waktu
16 tahun sudah cukup untuk menuliskan sebuah fiksi tentang salah satu episode
penting sejarah dua bangsa ini.
Ulasan buku: Ikhtisar Buku : VITTORIA; HELENA’S BROWN BOX Oleh Eufeasia Vieira & Les D. Soeriapoetra
Dalam penelusuran di internet,
hanya terdapat satu artikel mengenai buku ini. Padahal buku ini sudah terbit
sejak tahun 2015. Ulasan itu mengatakan kalau buku ini adalah narasi tunggal
dari masalah Timor Leste[1]. Sebenarnya juga tidak,
buku ini merupakan narasi lain dari yang sudah ada sebelumnya. Buku ini
bukanlah satu-satunya narasi-sastra mengenai Timor Leste. Sebelumnya ada
beberapa cerita pendek karangan Seno Gumira Ajidharma yang juga membahas hal
yang sama. Sudut pandang penilaian itu hal biasa. Sebab tak ada monopoli
pendapat.
Novel ini bercerita tentang Vittoria,
remaja berusia 15 tahun dari Oxford itu berkunjung ke Timor Leste untuk mencari
tahu mengenai ibunya. Dibawanya sebuah kotak coklat yang berisi Buku harian dan
surat-surat peninggalan ibunya. Dia datang menemui Antonia, saudara dari
kakeknya yang dulu merawat Helena, ibu dari Vittoria. Keluarga Antonio sangat
terkejut melihat Vittoria. Helena, keponakan yang dirawatnya seperti anak
sendiri, yang begitu dinanti kepulangannya, ternyata kembali dalam bentuk
Vittoria, putrinya yang mirip sekali dengannya.
Kemudian plot berpindah ke tahun
1975, menceritakan kisah ayah Helena dan ibu Helena, Alfonso dan Olivia dibunuh
oleh tentara yang mengaku Pro-Indonesia. Sebagai keturunan bangsawan dan
dianggap sebagai raja, Alfonso diajak untuk ikut dalam gerakan tentara. Dia
diminta mengajak seluruh masyarakat yang mengikutinya untuk memilih
kemerdekaan. Namun Alfonso menolak, dia menolak untuk ikut dalam masalah
politik. Baginya yang terpenting adalah membantu masyarakat.(halaman 44)
Pembunuhnya adalah Domingus,
tentara Pro-Kemerdekaan yang kepada Antonio mengaku sebagai tentara pro-Indonesia.
Helena kemudian dibesarkan oleh Antonia sebagai anaknya sendiri. Dia menjadi
adik dari Anita, anak kandung Antonia yang pertama. Pengetahuannya tentang
ayahnya yang dibunuh oleh Tentara Indonesia membuatnya membenci Indonesia.
Sejak kecil dia menganggap orang Indonesia itu jahat. Namun apa yang dia alami
membuatnya mengambil kesimpulan berbeda. Bahwa kejahatan itu tidak bisa
dilekatkan pada sebuah bangsa, sebab setiap orang juga berpotensi melakukannya.
Pengalaman itu dia dapatkan ketika Vincente yang merupakan orang Timor asli,
yang juga membenci Indonesia telah berlaku jahat kepadanya. Juga bagaimana dia
belajar dari Pak Amo untuk melihat kebenaran. Untuk melihat sesuatu tanpa
dibumbui dengan aneka hal yang melekat padanya. Ditambah lagi dengan jatuh
cintanya Helena dengan Andera yang merupakan wartawan dari Indonesia.
Konflik politik begitu dominan
dalam cerita ini. Dimulai dari Timor yang lepas dari pendudukan Portugis,
sempat dikuasai oleh Fretilin yang berhaluwan komunis, menjadi Provinsi ke-27
dari Republik Indonesia, hingga kemudian penentuan jejak pendapat untuk Otonomi
luas atau Referendum.
Sosok wartawan seperti Andera
yang merupakan kekasih Helena, memberikan sudut pandang yang berimbang antara
orang yang pro-kemerdekaan Timor Leste dan juga yang Pro-Integrasi. Dari dia
pun kita bisa mendapatkan sudut pandang dari orang-orang biasa yang tidak
peduli pada keduanya. Bagi mereka yang lebih penting ialah kehidupan yang tenang
dan damai. Mereka merasa tertekan oleh kedua belah pihak. Pihak tentara gerilya
yang mengintimidasi ikut memberontak, juga tentara Indonesia yang mencurigai
mereka.
Saat ditanya mengenai
kemerdekaan, mereka menjawab :
Kemerdekaan?
Kenapa tidak. Itu sesuatu yang baru. Muda-mudahan membawa perubahan. Bayangkan
ratusan tahun kami dijajah Portugis, lalu masuk Indonesia. Kapan kami bisa
menguasai dan mengatur tanah kami sendiri? Terimakasih Indonesia telah
membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit, jalan-jalan dan pelabuhan. Tapi kami
sebenarnya mencari kehidupan yang tenang dan damai. Bukan di bawah ancaman dan
tekanan.(halaman 212)
Andrea pun secara pribadi tidak
menganggap Indonesia menjajah Timor Leste. Baginya Indonesia datang dan
membangun sarana umum untuk masyarakat di sana. Mulai dari sekolah, jalan raya
dan juga sarana umum lainnya. Bahkan Jakarta belum mengeruk sumber daya apa pun
dari bumi Larosae.
Meski fakta yang terjadi adalah,
Indonesia masuk menggunakan operasi militer di negara yang sudah merdeka.
Partai lain yang tidak sepakat dengan Fretilin memilih untuk bergabung dengan
Indonesia. Indonesia juga mendapatkan dukungan dari Amerika dan Australia yang
tidak menghendaki munculnya negara komunis baru di kawasan Asia Tenggara.
Tidak bisa dipastikan apakah
pemerintah Indonesia di tahun 1975 itu, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto,
memiliki ambisi teritorial atas Bumi Kayu Cendana tersebut. Namun dengan
didukungnya Indonesia oleh dua negara besar, juga permintaan partai-partai yang
anti dengan Fretilin cukup menguatkan untuk melakukan operasi militer ke sana.
Tidak bisa dimungkiri bahwa Tentara Indonesia bertindak di luar batas.
Peristiwa Santa Cruz pada tahun 1991 merupakan tragedi pembunuhan yang sadis.
Namun, melihat kedua negara besar
yang awalnya mendukung Indonesia itu sebagai pihak yang bersih dari kepentingan,
menganggap mereka tidak memainkan siasat politik untuk kepentingannya sendiri tak
bisa dibenarkan. Sebab kedua negara tersebut pada akhirnya juga mendukung Timor
Leste dalam mencapai Referendum. Bisa dibenarkan pendapat Andrea halaman 217;
...Kalau
dirunut dari belakang, semua bermula saat Portugis angkat kaki dari sini. Waktu
itu Fretilin hendak berkuasa dan ditengarai Amerika berhaluwan komunis. Padahal
Amerika baru tersingkir dari Vietnam. Mereka cemas oleh efek domino di Asia
Tenggara. Karena itu mereka meminta Indonesia berperan mengambil tindakan.
Australia mendukung tentu ada kepentingannya, soal keamanan di beranda sumah
mereka. Tapi apa lacurnya? Sekarang mereka lepas tangan. Mereka juga bermain di
sini. Politik global selalu mencari keuntungan buat diri sendiri. Kita jadi
tahu siapa yang oportunis sebenarnya.
Secara alur, cerita ini
memberikan penggambaran yang baik. Tidak membingungkan walau penceritaannya
maju mundur. Ditulis dengan mendasarkan pada Cerita Antonia dan Andrea, buku
Harian Helena, dan perjalanan Vittoria sebagai tokoh utama. Dalam buku harian
Helena pun dia menuliskan simpatinya pada sosok Xanan Gusmao. Sebagai novel
pertama, buku ini tampak di rangkai dengan masak oleh penulisnya, Eufrasia
Vieira dan Les D. Soeriapoetra.
Dilihat dari frasa yang
digunakan, tampaknya penulis cukup berpengalaman dalam karya sastra. Hanya saja
terdapat beberapa kalimat dan juga kesimpulan klise yang membosankan. Seperti
kalimat “Di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung” untuk
mengomentari pendatang yang secara budaya berbeda dengan orang Timor. Kalimat
kearifan apa pun bila tanpa pengantar yang baik malah menjadi tidak menarik.
Drama yang juga sulit diterima adalah tentang Vincente yang masih saja mendekati
Helena, bahkan sampai sesudah Helena melahirkan anaknya bersama Andrea.
Mengejar Andrea bersama anaknya ke perbatasan yang kemudian ditembak oleh
tentara baret merah.
Secara fisik, bentuk sampul utama
tampak mengecoh, sebab terasa tidak menjelaskan isinya. Setelah menyelesaikan
ceritanya, menjadi tidak jelas siapa tokoh yang menjadi sampul buku ini, apakah
Helena atau Vittoria? Gambar kotak coklat di bagian sampul belakang juga tidak
membangkitkan penasaran apa pun. Sampul yang baik dari sebuah novel biasanya
yang dapat mewakili suasana dalam
perjalanan cerita. Entah pertimbangan apa yang digunakan dalam pemilihan sampul
buku ini?
Setelah napak-tilas di Goa tempat
kelahiran dan juga makam ibunya. Vittoria meneruskan pesan ayahnya untuk
memaafkan orang yang sudah membunuh kakeknya. Dia juga meminta kakek Antonia
untuk mengunjungi Domingus dan memaafkannya. Apa yang sudah terjadi pada masa
lalu hanya boleh menjadi pelajaran, tak boleh menjadi dendam. Sisi rekonsiliasi
ini penting dalam mengakhiri cerita yang penuh polemik ini. Dengan begini,
pembaca tidak terhenti pada akhir konflik dengan menyalahkan satu pihak.
Posting Komentar untuk "VITTORIA; HELENA’S BROWN BOX Oleh Eufeasia Vieira & Les D. Soeriapoetra"