Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) Karya Peter Carey

Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) Karya Peter Carey
Perang Jawa adalah pukulan pertama yang kuat atas penjajahan Belanda. Perang itu menghabiskan biaya sekitar 20 juta Golden. Biaya ini membuat pemerintah kolonial mengalami krisis keuangan. Peristiwa itu menjadi catatan pemberontakan pada pemerintah Hindia Belanda setelahnya. Sebagaimana diceritakan dalam novel Bumi Manusia karya Pramodea Ananta Toer. Tokoh Minke banyak mendapat intrik di kelasnya tentang Pemberontakan Diponegoro.

Penerbit               : KOMPAS

Kategori              : Biografi, Sejarah Indonesia

Pertama Terbit    : 2014

Bahasa                : Indonesia

Ikhtisar buku : Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) Oleh Peter Carey

buku pangeran diponegoro; pangeran diponegoro adalah pahlawan indonesia; buku tentang pangeran diponegoro ditulis oleh piter cerey; review buku takdir riwayat pangeran diponegoroDalam Perang Jawa (1825-1830), ketokohan pangeran diponegoro sangat sentral dan menonjol. Oleh karena itu penerbitan buku Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) ini perlu diapresiasi. Karya biografi ini, yang bersama edisi inggrisnya hampir diterbitkan serentak di Jakarta dan oxford, ditulis sejarawan Prof. Dr. Peter Carey berdasarkan disertasinya. Buku ini mempermudah orang memungutnya sebagai bahan belajar yang kaya, inspiratif dan produktif. Jakob Oetama

Otobiografi Babad Diponegoro sebagai monumen kearifan budaya dunia yang indah nyaris remuk Universitas Indonesia. dimakan rayap dan lenyap oleh buta-sejarah bangsanya. Namun, totalitas keilmuan Peter Carey telah membangkitkannya menjadi historiografi yang melampaui takdirnya. Kelana rohani Diponegoro mengatasi pelintasan arus perbedaan antara dunia lama dan dunia baru. Gerakan perlawanan Diponegoro pantas terbilang sebagai kompas kepemimpinan dan kejuangan bangsa. P.M. Laksono

Pangeran Diponegoro merupakan salah seorang tokoh Indonesia terbesar pada abad ke-19, dan Dr. Peter Carey merupakan ahli sejarah yang penelitiannya dan pengetahuannya mengenai Pangeran Diponegoro melampaui semua sejarawan lain. Buku baru ini sangat penting dan pasti menarik bagi semua pembaca yang ingin mengerti periode dan tokoh itu, yang betul-betul menentukan dalam sejarah Indonesia. Merle Ricklefs

Lewat bukunya ini Dr. Peter Carey tak hanya berhasil menjabarkan kompleksitas peristiwa, tetapi juga menampilkan Diponegoro sebagai sosok manusia utuh, yang memiliki roh dan kepribadian. Membaca buku ini mampu mengilhami dan menginspirasi para pemimpin masyarakat, pendidik, sarjana dari berbagai bidang, serta para seniman yang ingin menafsirkan peristiwa Perang Jawa bagi karya seninya. Sardono W. Kusumo

Ulasan Buku : Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) Oleh Peter Carey

Pangeran Diponegoro adalah tokoh yang dianggap tonggak dari perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan, termasuk juga inggris. Dia ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada tahun 6 November 1973, berdasarkan Keppres No.87/TK/197312. Pangeran Diponegoro adalah sosok penting dalam perang Jawa atau perang Diponegoro yang berlangsung 1825-1839. Dalam budaya jawa, dia dianggap sebagai Satrio Piningit, atau sosok ratu adil yang menyelamatkan kaumnya pada masanya. Pada tahun 2013, UNESCO menetapkan Babad Diponegoro(otobiografi yang ditulisnya sendiri) sebagai Warisan Memori Dunia. Semua ini tak bisa dilepaskan dari sosok Peter Carey, seorang Indonesianis yang selama tiga puluh tahun bergulat meneliti Sang Pangeran.

Buku ini adalah bentuk lebih ringkas dari karya monumentalnya yang berjudul Kuasa Ramalan ; Pangeran Diponegoro Dan Akhir Tatanan Lama Jawa 1785-1755(2011)[1]. Buku dengan jumlah tiga jilid ini menjadi sumber otoritatif bagi siapa saja yang ingin menelaah mengenai Perang Jawa, dan juga perubahan yang terjadi. Sebab Perang Jawa adalah perang yang menguras kas Hindia Belanda. Sehingga belanda harus mengubah kebijakannya dalam pemerintahan di Hindia Belanda.

Pangeran Diponegoro Lahir di keraton Yogyakarta. Dia adalah putra tertua dari Sultan Hamengku Buwono III dan cucu dari Hamengku Buwono II. Sejak kecil dia diasuh di wilayah keputren keraton Yogyakarta oleh nenek buyutnya, tepatnya di Perkebunan Tegalrejo. Selain dinilai lahir pada hari dan bulan yang baik, yang itu menjadi penanda akan wataknya, dia juga dididik dengan baik oleh nenek buyutnya, Nyai Ageng Tegalrejo. Pengalaman itu membuatnya menjadi pribadi kuat, soleh dan juga memiliki spiritualitas yang tinggi.

Dalam riwayatnya, ketika dia bertemu dengan Sultan Hamengku Buwono I saat masih digendong, dia diramalkan akan mendatangkan kerusakan yang lebih besar pada belanda dari pada yang pernah ia perbuat selama perang Giyanti(1746-55), tetapi hanya yang maha kuasa yang tahu hasilnya(Babad Dipanegara, 11:45). Bahkan saat masih bayi, takdir itu sudah tampak dalam dirinya.

Pada masa itu, wilayah Jawa tengah bagian selatan belum dikuasai penuh oleh Belanda. Namun ada banyak upaya dari Gubenur Jendral Deandles untuk masuk dan mengatur pemerintahan di sana. Banyak intrik berlangsung di kawasan keraton. Monopoli Kayu jati dari kebijakan Deandles, persekongkolan dan perebutan lahan perdagangan menambah kacau keadaan. Puncaknya ialah terjadi pemberontakan dari bupati wedana Raden Ronggo Prawirodirjo III. Peristiwa itu menjadi ingatan kuat sang pangeran, yang kemudian memberinya pengaruh untuk berperang melawan belanda.

Pada tahun 1812, kepemimpinan kaum Prancis-Belanda H.W Deandels digantikan oleh Inggis. Keraton Yogyakarta diserang dan ditakhlukan oleh Rafles. Kebijakan Deandles, tentang Pengkaplingan lahan di untuk investor Eropa menjadi lebih masif. Pembaharuan sistem pajak membuat rakyat semakin sengsara. Krisis candu semakin marak dan kebencian kepada masyarakat Tiong Hoa -sebab dijadikan petugas penagih pajak untuk rakyat- menjadi semakin memanas. Walau hanya berkuasa selama kurang dari lima tahun, Inggris meninggalkan banyak perubahan yang semakin melemahkan otoritas Kerajaan Jawa Tengah bagian selatan.

Keadaan semakin memprihatinkan setelah Belanda kembali menguasai dan ayah pangeran, Sultan Hamengku Buwono III, meninggal. Sejak awal Sang Pangeran memutuskan untuk menolak jabatan sultan. Setelah adiknya yang masih kecil menerima jabatan itu, dia menjabat sebagai wali sultan bersama ibu tiri dan pamannya, Paku Alam I. Kondisi keraton menjadi lebih buruk, kehormatan keraton dilecehkan oleh orang Belanda, rakyat semakin menderita, dan banyak orang tidak puas dengan pemerintahan Belanda. Akibatnya, dia mulai menyatakan perang melawan Belanda pada 1825.

Bentuk perjuangan yang semasa Raden Ronggo adalah perlawanan atas ketidakpuasan pada pemerintah Belanda, berubah menjadi perang sabil, atau perjuangan melawan kemungkaran. Perlawanan atas nama agama itu mendapatkan banyak dukungan dari banyak pihak, mulai dari orang-orang yang tidak puas pada kekuasaan Belanda, dan juga orang-orang yang tidak suka dengan tingkah polah warga dari negeri Eropa tersebut. Termasuk di antaranya adalah, guru sang pangeran, Kiai Mojo, dan juga tentaranya yang paling kuat Sentot Prawirodirjo. Selama kurun lima tahun yang disebut Perang Jawa itu, Belanda mengalami kondisi keuangan yang pelik. Namun di sisi lain, Pangeran Diponegoro mengalami dinamika yang tidak mudah. Ada serangkaian kegagalan, dan juga terjadi ketidaksepahaman antara dirinya dan Kiai Mojo. Pada akhirnya dia mau untuk diajak berunding dengan belanda, yang kemudian dikhianati oleh Jendral De Kock. Dia ditangkap dan diasingkan di Sulawesi hingga wafat.

Simpulan

Pada umunya, buku sejarah di sekolah hanya menjelaskan bahwa perlawanan Pangeran Diponegoro disebabkan karena pembangunan jalan yang melewati tanah leluhurnya. Buku ini sukses menjelaskan bahwa persoalannya jauh lebih kompleks dari itu. Walaupun merupakan bentuk penyederhanaan dari tiga jilid buku yang tebal, buku ini mencatat dengan teliti dan runut mengenai detail-detail kecil dalam dinamika Perang Jawa. Pencantuman sumber, tanggal dan tahun yang cukup rinci kadang cukup menghambat pembaca, tapi ini menunjukkan bahwa buku ini tidak dibuat atas karangan pribadi. Beberapa analisa dan perbandingan memberikan penggambaran yang baik pada konteks peristiwa, dan juga mengajak pembaca untuk berefleksi.

Buku ini tidak memberikan banyak penjelasan tentang kepribadian Sang Pangeran, tetapi itu cukup adil. Mungkin ada hal-hal yang tidak pantas untuk dipublikasikan tentang seorang tokoh, mungkin sang pangeran pernah salah atau membuat keputusan yang salah, tetapi fakta itu tetap dianggap sebagai perspektif masa lalu, yang tidak dapat dipertimbangkan dari perspektif Islam dan Negara Bangsa saat ini.

Perang Jawa adalah pukulan pertama yang kuat atas penjajahan Belanda. Perang itu menghabiskan biaya sekitar 20 juta Golden. Biaya ini membuat pemerintah kolonial mengalami krisis keuangan. Peristiwa itu menjadi catatan pemberontakan pada pemerintah Hindia Belanda setelahnya. Sebagaimana diceritakan dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Tokoh Minke banyak mendapat intrik di kelasnya tentang Pemberontakan Diponegoro. Dalam paragraf akhir Peter Carey menuliskan;

Setelah 1830 lahirlah dunia baru. Inilah titik-titik yang sangat menentukan dalam perjalanan kolonial. Namun perubahan itu juga memakan yang tak terbayangkan besarnya.

1 komentar untuk "Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) Karya Peter Carey"